Sabtu kemarin (12 April), acaranya nemenin Lavina ikut lomba menoreh di Taman Remaja Surabaya. sudah diwanti wanti sama ustadzahnya supaya berkumpul jam 6.30 dikhawatirkan karena pesertanya dari TK se Surabaya (kurleb 2000an) supaya tidak berdesakan dan dapat tempat yang ga kepanasan. rombongan anak2 TK berangkat naik angkot tersendiri, sementara transportasi pendampingnya dibebaskan, mau naik motor, urunan angkot atau kendaraan pribadi.

Lombanya sendiri ada beberapa kelompok: lomba dolanan, lomba menyanyi, lomba puisi, lomba membuat pigura dan lomba menoreh. untuk lomba menoreh saya hanya berbekal meja lipat, krayon dan lidi, tidak lupa bawa minum dan snack. Abi malah sempat membawakan nama dada/ name tag (tertulis nama Lavina dan nomor telpon rumah) sebagai antisipasi membludaknya peserta dan lautan anak TK memakai baju seragam yang sama (baju olahraga kuning hijau khas TK), jika Vina sempat hilang/lepas dari rombongan.

Sampai di tempat baru sadar, tidak bawa alas untuk duduk (untuk bawa tas plastik, bisa dipakai alas duduk), karena ternyata tiap grup TK langsung menempati halaman di Taman Remaja dan menggelar peralatan masing2. ternyata ada banyak wahana mainan di tempat ini, baru tahu…kemana aja selama ini =)..

Banyak fenomena yang bisa diambil pelajaran dari kegiatan ini, nilai moralnya antara lain:

– memang di lomba menoreh ini, si anak bisa dibantu oleh pendamping, tapi yang banyak terjadi adalah (termasuk dari teman TK nya Vina) sang pendamping mengerjakan hampir 90% gambar, sementara anaknya duduk manis, ada jyang masih mengantuk, ada juga yang anaknya malah bermain wahana yang ada tanpa menghiraukan mamanya yang sibuk berlomba, ada juga ibu2 yang mendikte anaknya untuk gambar ini itu dan ketika sang anak tidak manut/ menuruti, malah dibentak/ dimarahi. halo ibu2…..ini yang lomba anaknya atau emaknya? bukannya di lomba ini anak belajar bertanggung jawab, berkreasi dan menuangkan imajinasinya, jangan malah dibatasi. ini waktu yang tepat mendidik dan melatih anak jadi kreatif, sportif dan mandiri.

– jagalah kebersihan dan latih anak untuk menjaga lingkungan. setelah lomba selesai, dan peserta meninggalkan tempat, yang tersisa malah alas duduk (koran/karton) dan sampah sisa minuman/makanan bercecer dimana-mana. padahal fasilitas tempat sampah tersebar di beberapa tempat. kenapa koran/karton yang tadi dibawa ditinggalkan begitu saja? apa susahnya membawa sampah sebentar saja dan membuang di tempat semestinya? ini jadi pelajaran negatif buat anak, si anak jadi berpikir ” o, ga papa ya sampahnya ditinggal disini aja”. ketika berada di tempat umum, tanamkan pada anak untuk turut menjaga kebersihan dan kenyamanan tempat tersebut karena tempat ini dimanfaatkan banyak orang.

-belajar antri. untuk yang ini, apa susah sekali untuk belajar antri, baik di toilet, tempat membeli karcis ataupun antrian wahana/permainan. dengan antri banyak sekali pendidikan perilaku yang bisa dilatih: kita belajar bersabar, menghargai hak orang lain, empati, disiplin, manajemen waktu dll.

Alhamdulillah di lomba kemarin, Vina sangat menikmati, saya bebaskan dia berekspresi dalam torehannya (sesekali saya bantu sempunakan warna dan garisnya saja) serta belajar disiplin mengantri.  Benar ada yang bilang: sangatlah mudah mengajar anak membaca dan menulis, mungkin butuh 7 bulan saja, tapi butuh 7 tahun mendidik karakter anak untuk belajar antri, menjaga kebersihan dan sportif.

 

i do change

tidak ada yang abadi di dunia ini selain perubahan, segala sesuatu pasti berubah, justru perubahan itu sendiri lah yang abadi.

saya sendiri mengalami banyak mengalami perubahan sampai detik menulis blog ini.

sebut saja ini episode pertama, CITA-CITA,

ike kecil waktu SD bercita-cita menjadi guru, maklum mungkin karena ibu saya juga seorang guru SD. ga tanggung-tanggung waktu itu yang ada di benak saya adalah menjadi guru SD di pelosok. angan saya tentang pelosok adalah daerah yang masih belum punya jalan aspal, jalannya berbukit dan melewati hutan/ pekarangan menuju sekolah sederhana tanpa pagar hiasan/cat warna warni dengan halaman yang luas yang dilengkapi tiang bendera.

Gambar

beranjak SMP, masih berkeinginan kelak akan menjadi guru di pelosok, sembari ada bayangan ketika pulang mengajar saya masih akan sibuk menerima jahitan, atau memasak/membuat kue dan saya juga pingin punya salon. he…kayaknya rempong banget ya, tapi memang saya senang sekali menggambar/ mendesain baju, membeli kain dan menjahitkannya ke orang untuk saya pakai. saya sering terinspirasi dari baju-baju mainan bongkar pasang. dari permainan bongkar pasang pun sering terinspirasi untuk membuat/ mendesain rumah tinggal nyaman untuk mendukung permainan itu. saya juga senang melihat buku resep dan mencatat/mengkliping resep masakan terutama kue. kalau salon…mungkin karena tinggal dan besar di desa, salon masih merupakan tempat yang langka (yang banyak tukang cukur), jadi kalau di rumah ada salon rasanya gimana gitu, seneng aja kayaknya.

Gambar

ketika SMA terdoktrin oleh keluarga untuk menjadi dokter ketika dewasa. entahlah, dokter itu sebenarnya cita-cita kakek nenek yang terpatri untuk cucu-cucunya, pokoknya cucu kakek/nenek harus ada yang jadi dokter, titik. berasal dari keluarga besar (dari ibu saya), ketika satu per satu kakak sepupu saya tidak ada yang tembus UMPTN kedokteran, cita-cita itu dibebankan pada saya. yang saya ingat, saya oke-oke saja dengan mandat tersebut, rajin belajar dan lambat laun cita-cita untuk menjadi guru hilang dari angan. parahnya saking fokus supaya tembus kuliah kedokteran, saya sampai tidak punya jurusan pilihan kedua ketika akan tes UMPTN. ketika beberapa kali try out UMPTN pun, pilihan pertama selalu kedokteran dan pilihan kedua selalu ngawur sekenanya saja.

akhirnya UMPTN tahun 1999 pilihan pertama adalah kedokteran dan pilihan kedua jurusan arsitektur yang dua-duanya saya memilih universitas di Surabaya. ketika pengumuman UMPTN pun sebenarnya penuh drama, akhirnya nama saya tercacat di koran lulus UMPTN di pilihan ke2 yaitu Arsitektur. kehidupan kuliah penuh lika-liku saya jalani di masa ini sampai akhirnya bisa menyelesaikan kuliah dalam waktu 4 tahun. masa itu masih jarang mahasiswa yang lulus tepat waktu, sehingga saat saya lulus bersama 12 teman lainnya, kami mendapat penghargaan dari Kepala Jurusan.

saat kuliah ini, cita-cita saya menjadi absurd, ga jelas, yang penting nanti dapat kerja dan dapet duit, simple. karena saya numpat budhe waktu kuliah, dan beliau adalah single mom dengan 3 anak, yang ada dalam pikiran saya waktu itu, harus cepat dapat kerja, kerja apa aja, yang penting ada hasilnya dan segera membahagiakan orang tua dan keluarga.

setelah lulus tahun 2003, sempat kerja bareng teman bikin konsultan, kerja pabrik punya bos orang jepang, kerja di asuransi sebulan, akhirnya berakhir kerja di pemerintahan.

sekarang, setelah berkeluarga dan punya 2 anak, rasanya pingin di rumah saja tapi tetap berpenghasilan. menemani buah hati yang sedang bertumbuh kembang. melakoni rutinitas rumahan, memasak, membuat kudapan dan merawat taman. saya pribadi juga masih menyimpan banyak impian.

apakah cita-cita ini masih akah berubah? saat ini yang ada di angan adalah keluar dari rutinitas kantoran, jadi orang rumahan tapi tetap berkarya dan menghasilkan. berjuang!

Gambar